Loguetown – Dalam sidak mendadak yang berlangsung di Gedung Sabaody—yang ternyata bukan gedung, tapi warung kopi—sejumlah pejabat tinggi Pemerintahan Dunia Baru (alias pemerintah Indonesia versi OP) kembali membuktikan konsistensi mereka: sangat setia pada simbol negara, selama lambangnya bisa dipajang di atas tas berisi dolar.
“Kami ini bukan koruptor, kami hanya kolektor lambang negara yang kurang hoki,” kata Direktur Jenderal Kebijakan Lambang dan Lencana, Dr. Buggy D. Clown, sembari menepuk-nepuk poster Garuda Pancasila yang menempel di tas Hermes tiruan. Sidak ini digelar setelah ditemukan bendera merah-putih dijadikan lap kaki di kantor DPR—entah sengaja atau karena lupa beli karpet.
Menurut saksi mata, para pejabat terlihat bersemangat saat upacara bendera pagi tadi. Mereka berdiri tegak, tangan di dada, nyanyian kebangsaan dinyalakan full volume—dari speaker JBL pinjaman. Namun, begitu upacara selesai, rombongan langsung bergegas menuju ruang rapat tertutup, membawa tas kantor berlapis baja.
“Di dalam tas itu bukan dokumen, tapi amplop cokelat bertuliskan ‘Untuk Bangsa dan Negara’,” ujar Nico Robin, staf keamanan—yang kebetulan juga ahli sejarah bawah tanah. “Saya cuma bantu bawa, saya enggak tahu isinya voucher makan atau voucher kebebasan.”
Ketua Komisi Fatamorgana, Monkey D. Garp—yang kabarnya sudah tiga kali lupa bayar parkir—menegaskan bahwa setiap simbol negara harus dihormati. “Kalau bendera robek, kami ganti. Tapi kalau duit robek? Astagfirullah, itu sudah penghinaan terhadap nilai tukar rupiah,” katanya sembari memakai topeng Garuda saat rapat, agar wajahnya tak dikenali KPK.
Sementara itu, Menteri Koordinator Waktu Luang, Trafalgar Law, mengusulkan agar setiap pejabat wajib membuat pidato kebangsaan sebelum menerima suap. “Minimal 15 menit bicara soal Pancasila. Biar terasa lebih halal,” ujarnya, sebelum disetujui dengan tepuk tangan tertunda karena semua tangan sedang sibuk menandatangani proyek fiktif senilai Rp420 miliar.
Untuk memperkuat bukti kecintaan terhadap simbol negara, tim investigasi menemukan bahwa setiap ruangan di kantor DPR kini dipasangi lukisan Garuda berlapis emas—yang ternyata emasnya dicopot tiap malam dan dijual ke toko emas terdekat. “Ini bukan korupsi, ini daur ulang nasionalis,” bantah salah satu anggota yang enggan disebutkan namanya, karena ia sendiri lupa nama panggungnya.
Ketika ditanya apakah ada rencana perbaikan, para pejabat menjawab dengan serius: “Kami akan membuat program ‘Garuda di Setiap Dompet’—dompet petugas, bukan rakyat.” Program ini rencananya akan diluncurkan bersamaan dengan lagu kebangsaan remix EDM, agar semangat nasionalisme terasa lebih drop the beat.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tindakan tegas. Namun, panitia sudah menyiapkan tindakan simbolik: mengganti lampu kantor dengan lampu merah-putih. “Biar kalau korupsi, tetap dalam suasana kebangsaan,” tutup Dr. Buggy, sebelum tergesa-gesa pergi—katanya mau beli bendera baru. Lagi.
Moral dari berita ini: Cintailah negara, tapi jangan cuma cinta simbolnya—cintai juga pajak yang sudah kamu bayar. Karena kalau tidak, yang dipajang bukan bendera, tapi wajahmu di spanduk “Dibutuhkan: Pengganti Pejabat”.
Posting Komentar