“Kreatif, Rakyat! Pajak Kami Sudah Super-Produktif” – Pesan Motivasi Mendadak dari Pemerintah Konoha

Konoha, 5 Agustus 2025 – Dalam sidak mendadak ke warung ramen Ichiraku pagi tadi, Menteri Produktivitas Negara (ProNeg) Hidan Aburame mengumumkan program terbaru bernama “Gerakan Nasional Kreatif atau Kenaikan Pajak 15%”. Program ini menuntut seluruh warga Konoha untuk “berkarya lebih keras” karena—kutip resmi—“kalau kami (pemerintah) sudah produktif menarik pajak, masa rakyatnya cuma produktif scroll-scroll TikTok?” 

Hidan menambahkan, targetnya warga harus menghasilkan minimal tiga start-up sebelum Chūnin Exam berikutnya, sambil menyeruput miso ramen level 10 kepedasan yang langsung ditagih ke APBN.  

Menurut data fiktif BPS (Badan Pusing Statistik), tingkat kreativitas warga Konoha menurun 2,7% setiap kali Pajak Hiburan naik Rp 1.000. “Ini paradoks,” kata Kepala BPS, Deidara Dattebayo, sambil meledakkan origami kertas sebagai simbol “ledakan kreativitas” yang katanya tertunda karena listrik PLN Konoha sering padam saat orang mau nge-charge ide.  

Di tengah gemuruh protes, Wakil Menteri Keuangan, Orochimaru (yang mengaku sudah berganti kulit agar tampak lebih “fresh budget”), memberi penjelasan:  

“BUMN seperti Pertamina-ku dan PLN-ku memang rugi terus, tapi itu karena rakyat TIDAK mau berhutang untuk beli BBM dan listrik. Kalau semua orang langganan listrik 10.000 VA dan isi bensin full tank tiap hari, kami untung dong. Simple math!”  

Warga pun berkreasi. Iruka-sensei membuka kursus daring “Cara Produktif saat Listrik Mati” yang langsung dipajaki 20%. Anko Mitarashi meluncurkan jastip “Cursed Seal Premium Edition” (bonus pajak 5%). Bahkan Mecha-Naruto diprogram ulang menjadi “Naruto-Billing Version” yang otomatis menagih pajak setiap kali ada orang berkata “dattebayo”.  

Namun, inspektur pajak Kakuzu menegaskan: “Kreativitas yang tidak dilaporkan dalam SPT tahunan tetap kena denda. Joke receh juga kena PPN 11%!”  

Saat berita ini diturunkan, Hokage ke-8, Konohamaru, baru saja membuat kebijakan “Pajak Napas” (tarif Rp 100 per hembus) dengan alasan: “Udara juga infrastruktur negara, harus dirawat.”  

Warga kini berbondong-bondong mencoba hidup tanpa bernapas—yang katanya paling kreatif karena belum ada aturan pajaknya.

Posting Komentar