Geger! Karakter Animasi Mahal Dipakai Gratis di Film Anak Bangsa, Netizen: "Sultan Tapi Bajak?"

Jakarta – Perfilman Indonesia kembali dihebohkan dengan sebuah insiden yang membingungkan, memicu tawa, dan sedikit rasa malu. Film animasi ambisius bertajuk "Merah Putih: One For All" yang digadang-gadang akan tayang di bioskop, kini tersandung kasus dugaan pembajakan aset digital. Bukan, ini bukan tentang membajak kapal, melainkan membajak karakter 3D. Karakter ini, yang dijual di platform Reallusion seharga USD $149 (sekitar Rp 2,4 juta), rupanya muncul secara tiba-tiba di film tersebut.

Kreator karakter, seorang seniman 3D bernama Junaid Miran, yang entah bagaimana bisa tahu karyanya dipakai, sontak ngamuk di berbagai media sosial. Ia mengungkapkan bahwa karyanya, yang seharusnya dilindungi hak cipta, digunakan tanpa izin dan tanpa kompensasi sepeser pun. "Saya tidak dibayar, tidak dicantumkan nama, tidak diundang gala premier," tulis Junaid dengan nada yang terdengar seperti curhatan anak diungkit-ungkit tugasnya oleh orang tua. "Padahal, kalau tahu begini, saya mau dong tiket gratis dua lembar buat nonton bareng ibu saya!"


Klarifikasi 'Kreatif' dari Pihak Produksi

Menanggapi kegaduhan ini, tim produksi "Merah Putih: One For All" memberikan klarifikasi yang justru semakin memperkeruh suasana, namun dalam cara yang sangat menghibur. Menurut seorang juru bicara fiktif yang tidak ingin disebutkan namanya, sebut saja Pak Tono, aset karakter tersebut tidak dibajak melainkan "di-adopsi".

"Kami tidak mencuri, kok! Kami hanya merasa karakter itu cocok sekali dengan jiwa film kami," ujar Pak Tono sambil menyeka keringat dingin di dahinya. "Ini seperti kami melihat anak anjing di pinggir jalan, lalu kami adopsi dan beri nama baru. Karakternya sekarang sudah kami beri nama 'Mas Bro', dan dia jadi karakter tukang bakso yang bijak di film."

Ketika ditanya mengenai pembayaran dan kredit, Pak Tono menjelaskan dengan logika yang sangat... unik. "Kan begini, Mas. Kami sudah memberikan karakter itu panggung yang besar, di bioskop! Itu kan promosi gratis buat Mas Junaid, kan? Seharusnya dia yang bayar kami karena kami sudah mengangkat derajat karyanya dari cuma 'aset di internet' jadi 'aktor film'."


Pakar Hukum dan Netizen Angkat Bicara

Kasus ini sontak menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan netizen dan para ahli. Seorang pakar hukum hak cipta yang juga fiktif, Prof. Dr. Slamet Santoso, S.H., M.H., M.Sc., Ph.D. (lengkap, ya), memberikan komentar yang mengundang tawa. "Dalam kasus ini, ada dua kemungkinan," katanya sambil membetulkan letak kacamata tebalnya. "Kemungkinan pertama, ini adalah pembajakan yang disamarkan sebagai 'inspirasi'. Kemungkinan kedua, ini adalah pembajakan yang disamarkan sebagai 'seni modern' yang tak terjangkau akal sehat."

Di media sosial, netizen pun tak mau kalah. Ada yang berkomentar, "Mungkin ini taktik promosi filmnya? Biar viral?" Ada juga yang lebih satir, "Jadi, kalau mau bikin film, tinggal beli aset 3D yang murah meriah terus klaim itu 'adopsi'. Mantap jiwa! Solusi anak bangsa banget!"


Moral Pelajaran yang (Tidak) Lucu

Insiden ini, terlepas dari segala keabsurdannya, memberikan kita satu pelajaran penting: bahwa membuat film animasi yang orisinal itu, ternyata, lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Namun, di tengah semua kebingungan dan tawa, ada satu pertanyaan yang menggantung: apakah film "Merah Putih: One For All" akan menjadi film pertama di dunia yang punya karakter utama yang dibeli pakai voucher indomaret? Tunggu tanggal mainnya!

Posting Komentar