Di negeri tropis ini, semua politikus—dari anggota DPR hingga presiden—berubah wujud jadi boneka panggung yang disewa cukong, mafia, atau pengusaha raksasa dalam sabung ayam bernama demokrasi. Mereka berlomba rebut sumber daya alam bak bajak laut kejar harta karun di Grand Line【lebay】.
Kalau menang, cukong nyekel puluhan tambang emas, tambang nikel, bahkan pabrik es krim rasa durian. Kalau kalah? Panggung penjara menunggu sebelum main lagi sambil bergaya pakai topi jerami politik.
Kapten Angin Anggaran, narasumber fiktif berkacamata kacamata hitam, bilang, “Ini bukan politik biasa. Ini macam Shichibukai reuni, cukong bagikan target, lalu boneka maju kayak Luffy ngacung ‘Gomu Gomu no… klaim tambang!’”
Nenek Saku Miring menimpali, “Tahu-tahu Sri Mulyani nyebut guru ‘beban’, padahal guru itu dekat sekali dengan ‘buah iblis pengetahuan’. Mana ada beban kalau yang dijual justru produksi generasi selanjutnya?”
Para pelaku di balik layar digolongkan jadi:
- Cukong Emas: Sewa politisi untuk rebut tambang nikel dan bauksit.
- Cukong Minyak: Eksekusi boneka demi ladang migas.
- Cukong Startup: Bawa modal gede, pasang boneka untuk legalisasi unicorn abal-abal.
Dialog absurd:
“Nah, kalau presiden kedapatan komen ‘Indonesia gelap’ pakai dalih ‘matahari masih terlihat’, itu sebenarnya modus cukong suruh alihkan perhatian rakyat dari tagihan listrik yang melambung,” ujar Si Serrulah, analis politik abal‐abal.
Ternyata, drama politik kita seru seperti arc terbaru One Piece: penuh tipu daya, harta karun tersembunyi, dan boneka yang siap mati bangkit lagi. Moralnya? Saat cukong tarik benang, kita pasang telinga kayak Usopp—awas jebakan karet!
Dan kalau kelak rakyat bosan nonton sabung ayam demokrasi, syukurlah ada warkop, kopi susu, dan sinetron terbaru buat hiburan alternatif. Jangan lupa bawa peta harta karun, siapa tahu di bawah gorong‐gorong ada tambang emas beneran!
Posting Komentar