Seorang warga bernama Siti Ngos-ngosan (28) mengaku kelelahan karena terus-menerus tumbuh secara emosional dan mental. “Saya kira dewasa itu cuma soal punya KTP dan bisa nonton film 21+,” ujarnya sambil mengompres pipi pakai es batu berbentuk Doraemon.
Fenomena kelelahan karena tumbuh ini kini menjadi tren di kalangan dewasa muda, yang merasa hidup lebih mirip reality show tanpa skrip, tanpa sutradara, dan tanpa snack gratis.
Menurut Profesor Gagah Gagal, pakar perkembangan absurd dari Universitas Kegalauan Nusantara, proses tumbuh dewasa seharusnya disertai tutorial dan tombol ‘Skip’. “Kenapa tumbuh itu nggak kayak update aplikasi aja? Ada notifikasi, pilihan ‘Lain Kali Saja’, dan kita tetap bisa pakai versi lama,” ujarnya sambil mencoba menyeduh teh dari air mata sendiri.
Sementara itu, organisasi fiktif Komite Anti Berat Hidup melaporkan bahwa 87% anggotanya merasa hidup adalah gabungan antara Tetris, Sudoku, dan sinetron stripping. “Kami coba latihan mindfulness, tapi pas meditasi malah mikir utang,” kata Ketua Komite, Joko Mikirkeras, yang kini rehat dari dunia nyata dan menetap di dunia khayal.
Dalam sebuah eksperimen absurd, seorang relawan diminta membawa “beban hidup” berupa karung berisi tagihan, ekspektasi orang tua, dan notifikasi grup WhatsApp alumni. Hasilnya? Relawan hilang selama 2 hari dan ditemukan sedang ngobrol dengan dinding.
Meski kelelahan karena tumbuh tak bisa dihindari, para ahli menyarankan metode pengolahan rasa seperti “tidur 5 jam, lalu pura-pura kuat,” serta “belajar dari tanaman: tumbuh pelan-pelan dan nggak pernah diprotes.”
Jadi, bila Anda merasa hidup makin berat, ingatlah kata bijak dari Siti Ngos-ngosan, “Kadang kita bukan capek hidup, cuma hidupnya lupa kasih kita hari libur.”
Kalau berita ini bikin kamu mikir sambil nyengir, berarti kamu juga lagi tumbuh... dan lelah. Tapi tenang, kita bisa tumbuh bareng dengan tertawa absurd bareng 🍃😄
Posting Komentar