Jakarta — Dalam aksi protes yang berubah menjadi aksi drama aksi di kawasan Pejompongan, seorang pengemudi ojek online (ojol) dilaporkan "terguling seperti roti jala" setelah terlindas kendaraan dinas polisi saat kerusuhan demonstrasi pekan lalu. Kini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) mendesak agar pelaku tidak hanya diberi sanksi etik, tapi juga diadili secara pidana. Menurut mereka, manuver melindas ojol tersebut bukan sekadar kelalaian, melainkan tindakan yang mengandung unsur chakra kejahatan dan melanggar prinsip HAM — serta shinobi code.
"Kalau di Naruto, itu namanya Body Flicker Technique yang salah arah. Tapi ini nyata, bukan di dunia shinobi!" protes Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, sambil menunjuk rekaman video yang menunjukkan mobil polisi seolah-olah sedang latihan drifting ala Fast & Furious: Edisi Desa.
Insiden yang terjadi pada Selasa sore, saat demonstrasi memanas, terekam jelas oleh kamera pengawas dan ponsel seorang pedagang bakso yang sedang live TikTok. Dalam rekaman, mobil patwal polisi tampak mengevakuasi barikade dengan gaya freestyle, hingga tanpa sengaja (atau mungkin dengan sengaja ala-ala villain) menggulung seorang ojol bernama Pak Dodi, 34, yang sedang mengantarkan nasi padang ke kantor client-nya.
"Awalnya saya kira itu mobil evakuasi, ternyata evakuasi saya," keluh Pak Dodi saat ditemui di tenda pengungsian sementara milik komunitas ojol. "Saya cuma mau antar rendang, bukan jadi scroll di timeline."
KontraS menilai tindakan tersebut bukan hanya pelanggaran prosedur, tapi juga mencerminkan pola kekerasan aparat yang terus berulang seperti season 2 dari serial yang tidak perlu dilanjutkan. Dimas Bagus Arya menegaskan bahwa manuver melindas ojol jelas melanggar Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian — yang, menurutnya, tidak termasuk jutsu "Earth Style: Rolling Takedown".
"Kalau di dunia shinobi, setiap penggunaan kekuatan harus proporsional. Tapi ini? Mobil patwal melindas warga sipil seperti menghancurkan boneka darah pasir Gaara. Mana etikanya? Mana chakra keadilannya?" ujarnya dengan nada dramatis, sambil mengibaskan mantel hitam bergambar awan merah khas Akatsuki.
Dalam konferensi pers yang digelar di depan gerbang Mabes Polri — yang secara kebetulan sedang direnovasi dengan tema "Desa Tersembunyi" — KontraS juga mengungkapkan kekecewaan terhadap lemahnya pengawasan internal. "Kami menduga sang polisi mungkin sedang latihan Rasengan di pedal gas," tambah Dimas. "Tapi yang jelas, kontrol eksternal harus diperketat. Jangan sampai polisi merasa dia karakter utama dan bisa plot armor di tengah kerusuhan."
Pihak kepolisian sendiri telah membentuk tim internal yang diberi nama Tim Pengawas Aksi (TPA) — yang disebut-sebut lebih sering mengawasi reels TikTok daripada pelanggaran lapangan. Namun, menurut sumber dalam dari divisi Humas Polri yang minta identitasnya dirahasiakan karena "takut diminta bikin press release pakai gaya narasi Boruto", proses hukum masih berjalan. "Saat ini yang bersangkutan hanya diberi sanksi etik: disuruh nonton ulang 10 episode Naruto: Shippuden tentang perdamaian dan toleransi."
Hingga berita ini diturunkan, Pak Dodi telah pulih dan kembali mengantar pesanan — meski kini selalu membawa smoke bomb dan headband Konoha sebagai alat perlindungan diri. "Kalau ada mobil polisi datang terlalu cepat, saya langsung vanish pakai Substitution Technique," katanya sambil tertawa. "Tapi jujur, saya lebih takut sama rating bintang 1 daripada peluru karet."
Sementara itu, KontraS berencana mengajukan petisi agar semua mobil patwal dilengkapi stiker:
"Tidak Boleh Melindas Warga, Ini Bukan Adegan Anime. Terima Kasih."
Dan mungkin, suatu hari nanti, polisi akan diuji kompetensi empathy jutsu sebelum dapat izin mengemudi.
Karena di dunia nyata, tidak semua orang punya regeneration mode ala Naruto usai terlindas.
Posting Komentar